Berakhirnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat datang di blog Artikel & Materi . Senang sekali rasanya kali ini dapat kami bagikan materi IPS Sejarah Kelas 9 Bab Berakhirnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi. Silakan disimak artikel selengkapnya,,,
BERAKHIRNYA ORDE BARU DAN LAHIRNYA REFORMASI
A Peristiwa-Peristiwa Politik Penting Pada Masa Orde Baru
1. Tritura (Tri Tuntutan Rakyat)
Aksi yang dilakukan oleh Gerakan 30 September segera diketahui oleh
masyarakat bahwa PKI terlibat di dalamnya. Oleh karena itu berbagai
elemen masyarakat melakukan demonstrasi-demonstrasi menuntut kepada
pemerintah untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya. Akan tetapi
pemerintah tidak segera mengambil tindakan yang tegas terhadap PKI yang
telah melakukan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. Apalagi
kondisi ekonomi yang memburuk, harga-harga membumbung tinggi sehingga
menambah penderitaan rakyat. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya
kesatuan-kesatuan aksi. Pada tanggal 25 Oktober 1965 terbentuklah
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti oleh
kesatuan- kesatuan aksi yang lain, misalnya Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan
Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI),
Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia
(KAGI). Ketika gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI
semakin keras pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Oleh karena
itu pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI dan KAPPI memelopori
kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi
DPR- GR menuntut Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat yang terkenal dengan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Adapun Tri Tuntutan Rakyat itu adalah
sebagai berikut.
a. Pembubaran PKI.
b. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G 30 S / PKI.
c. Penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Ketiga tuntutan di atas menginginkan perubahan di bidang politik,
yakni pembubaran PKI beserta ormasormasnya dan pembersihan kabinet dari
unsur G30 S /PKI. Selain itu juga keinginan adanya perubahan ekonomi
yakni penurunan harga.
2. Surat Perintah Sebelas Maret
Aksi untuk menentang terhadap G 30 S /PKI semakin meluas menyebabkan
pemerintah merasa tertekan. Oleh karena itu setelah melakukan
pembicaraan dengan beberapa anggota kabinet dan perwira ABRI di istana
Bogor pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Sukarno akhirnya menyetujui
memberikan perintah kepada Letnan Jenderal Suharto sebagai Panglima
Angkatan Darat dan
Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan dan wibawa pemerintah. Surat
mandat ini terkenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret 1966
(Supersemar).
3. Sidang Umum MPRS
Sidang Umum IV MPRS yang diselenggarakan pada tanggal 17 Juni 1966
telah menghasilkan beberapa ketetapan yang dapat memperkokoh tegaknya
Orde Baru antara lain sebagai berikut.
1) Ketetapan MPRS No. IX tentang Pengukuhan Surat Perintah Sebelas Maret.
2) Ketetapan MPRS No. XXV tentang
Pembubaran PKI dan ormasormasnya serta larangan penyebaran ajaran
Marxisme- Komunisme di Indonesia.
3) Ketetapan MPRS No. XXIII
tentang Pembaruan Landasan Kebijakan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.
4) Ketetapan MPRS No. XIII
tentang Pembentukan Kabinet Ampera yang ditugaskan kepada Pengemban Tap
MPRS No. IX.
4. Nawaksara
MPRS meminta pertanggungjawaban terhadap Presiden Sukarno dalam
Sidang Umum MPRS 1966 atas terjadinya pemberontakan G30 S/ PKI,
kemerosotan ekonomi dan moral. Untuk memenuhi permintaan MPRS tersebut
maka Presiden Sukarno menyampaikan amanatnya pada tanggal 22 Juni 1966
yang berjudul Nawaksara (sembilan pasal). Amanat tersebut oleh MPRS
dipandang tidak memenuhi harapan rakyat karena tidak memuat secara jelas
kebijaksanaan Presiden/Mandataris MPRS mengenai peristiwa G 30 S /PKI
serta kemerosotan ekonomi dan moral. Oleh karena itu MPRS meminta kepada
Presiden untuk melengkapi Nawaksara tersebut. Pada tanggal 10 Januari
1967 Presiden Soekarno memberikan pelengkap Nawaksara. Akan tetapi
isinya juga tidak memuaskan banyak pihak. Oleh karena itu DPRGR
mengajukan resolusi dan memorandum tanggal 9 Februari 1967 menolak
Nawaksara berikut pelengkapnya. Selanjutnya DPR- GR mengusulkan kepada
MPRS agar mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden
Soekarno dari jabatan Presiden/Mandataris MPRS dan mengangkat Pejabat
Presiden.
Pada tanggal 22 Februari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan
kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX, Jenderal Soeharto. Peristiwa
penyerahan kekuasaan yang dilakukan atas prakarsa Presiden Soekarno ini
merupakan peristiwa penting dalam upaya mengatasi situasi konflik
pada waktu itu. Penyerahan kekuasaan ini ternyata mendapat tanggapan
yang positif dari masyarakat umum dan ABRI.
5. Politik Luar Negeri
Politik luar negeri Indonesia pada masa yang condong kepada salah
satu blok pada masa Demokrasi Terpimpin merupakan pengalaman pahit bagi
bangsa Indonesia. Oleh karena itu Orde Baru bertekad untuk untuk
mengoreksi bentuk-bentuk penyelewengan politik luar negeri Indonesia
pada masa Orde Lama. Politik luar negeri yang memihak kepada salah satu
blok dinyatakan salah oleh MPRS (kemudian MPR). Indonesia harus kembali
ke politik luar negeri yang bebas dan aktif serta tidak memencilkan
diri. Sebagai landasan kebijakan politik luar negeri Orde Baru telah
ditetapkan dalam Tap No. XII/ MPRS / 1966. Menurut rumusan yang telah
ditetapkan MPRS, maka jelaslah bahwa politik luar negeri RI secara
keseluruhan mengabdikan diri kepada kepentingan nasional. Sesuai dengan
kepentingan nasional, maka politik luar negeri RI yang bebas dan aktif
tidak dibenarkan memihak kepada salah satu blok ideologi yang ada. Namun
bukanlah politik yang netral, tetapi suatu politik luar negeri yang
tidak mengikat diri pada salah satu blok ataupun pakta militer. Sebagai
wujud dari pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif pada masa
Orde Baru melakukan langkah- langkah sebagai berikut.
1) Menghentikan politik
konfrontasi dengan Malaysia setelah ditandatanganinya persetujuan untuk
menormalisasi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada tanggal 11
Agustus 1966. Selanjutnya sejak 31 Agustus 1967 kedua pemerintah telah
membuka hubungan diplomatik pada tingkat Kedutaan Besar.
2) Indonesia kembali menjadi
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 28 September 1966
setelah meniggalkan PBB sejak 1 Januari 1965. Sebab selama menjadi
anggota badan dunia, yakni sejak 1950-1964, Indonesia telah menarik
banyak manfaatnya.
3) Indonesia ikut memprakarsai
terbentuknya sebuah organisasi kerja sama regional di kawasan Asia
Tenggara yang disebut Association of South East Asian Nations (ASEAN)
pada tanggal 8 Agustus 1967.
6. Pemilihan Umum
Pemilihan Umum pada masa Orde Baru pertama kali dilaksanakan pada
tanggal 3 Juli 1971. Pemilu pada waktu itu berbeda dengan pemilu tahun
1955 karena telah menggunakan sistem distrik bukan sistem proporsional.
Dalam sistim distrik ini partai-partai harus memperebutkan perwakilan
yang disediakan untuk sesuatu daerah. Suara yang terkumpul di suatu
daerah tidak dapat dijumlahkan dengan suatu partai itu yang terkumpul di
daerah lain. Pemilu tahun 1977 diikuti oleh 10 kontestan, yakni PKRI,
NU, Parmusi, Parkindo, Murba, PNI, Perti, IPKI, dan Golkar. Dalam pemilu
kali ini dimenangkan oleh Golkar. Pemilu berikutnya dilaksanakan pada
tanggal 2 Mei 1977 yang kali ini diikuti oleh 3 organisasi peserta
pemilu, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya
(Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Selanjutnya
pemilu-pemilu di Indonesia selama Orde Baru selalu dimenangkan oleh
Golongan Karya.
7. Sidang MPR Tahun 1973
Dengan Pemilu I 1971, maka untuk pertama kali RI mempunyai MPR tetap,
yakni bukan MPRS. Pimpinan MPR dan DPR hasil Pemilu I adalah Idham
Chalid. Selanjutnya MPR ini mengadakan sidang pada bulan Maret 1973 yang
menghasilkan beberapa keputusan di antaranya sebagai berikut.
1) Tap IV /MPR /73 tentang Garis- garid Besar Haluan Negara sebagai pengganti Manipol.
2) Tap IX /MPR /73 tentang pemilihan Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI.
3) Tap XI /MPR /73 tentang pemilihan Sri Sultan Hamengkubuwana IX sebagai Wakil Presiden RI.
Dengan demikian RI telah memiliki Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan amanat UUD 1945.
B, Data Statistik Ekonomi Orde Baru
Pada awal Orde Baru program pemerintah diarahkan untuk menyelamatkan
ekonomi nasional terutama upaya menekan inflasi, penyelamatan keuangan
negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Kenaikan harga pada awal
tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi 650 % setahun tidak
memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan cepat akan
tetapi harus melakukan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi terlebih
dahulu. Dengan stabilisasi untuk menekan inflasi agar harga
barang-barang tidak membumbung tinggi. Sedangkan rehabilitasi untuk
memperbaiki sarana dan prasarana fisik.
Program “Pembangunan Nasional Berencana” yang dicanangkan Orde Baru
dilaksankan secara bertahap dan terencana melalui Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita). Pelita I yang dimulai pada tanggal 1 April 1969
dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya.
Sedangkan sasaran yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, perbaikan
prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja dan kesejahteraan
rohani. Untuk membiayai pembangunan pada Pelita I digali sumber- sumber
keuangan dan tabungan pemerintah, kredit jangka menengah dan jangkan
panjang dari perbankan, penanaman modal dan reinvestasi oleh perusahaan
swasta nasional, perusahaan asing dan perusahaan negara serta bantuan
proyek luar negeri. Dengan melakukan pembangunan maka pada akhir Pelita I
yakni tanggal 31 Maret 1974 terjadi penigkatan dalam bidang ekonomi.
Dalam bidang pertanian terutama beras mengalami kenaikan rata- rata 4 %
setahun. Sedangkan produksi kayu rata-rata 37,4 % setahun. Kenaikan
produksi beras ini dikarenakan adanya perluasan areal pertanian dan
terlaksananya program Bimas dan Inmas serta dengan Panca Usaha Tani.
Selain produksi beras, ekspor ikan dan udang juga mengalami
peningkatan rata-rata 62 % setahun. Produksi industri juga mengalami
kenaikan terutama pupuk Pusri di Palembang dan mulai bekerjanya
Petrokimia Gresik. Sedangkan industri tekstil mengalami kemajuan pesat,
baik dalam produksi benang tenun maupun bahan tekstil. Benang tenun
meningkat dari 177.000 bal pada awal Pelita I menjadi 316. 247 pada
akhir Pelita I, sedangkan bahan tekstil dari 449, 8 juta menjadi 920
juta meter. Adapun grafik produksi beras, industri tekstil, hasil
pengolahan minyak maupun arus wisatawan ke Indonesia dalam kurun waktu
Pelita I adalah sebagai berikut.
Pada Pelita II yang dimulai pada tanggal 1 April 1974 dalam kegiatan
ekonomi di Indonesia banyak menghadapi tantangan. Merosotnya kegiatan
ekonomi di negara-negara industri menyebabkan berkurangnya ekspor
berbagai hasil produksi Indonesia. Sementara itu inflasi yang terjadi di
negara-negara industri menyebabkan naiknya harga barang- barang modal
yang diperlukan dalam pembangunan. Walaupun banyak tantangan dalam
kegiatan ekonomi Indonesia akan tetapi secara keseluruhan dalam Pelita
II pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7 % setahun. Produksi tekstil
meningkat dari 900 juta menjadi 1,3 milyar meter. Bila sebelum Pelita II
Indonesia mengimpor pupuk urea maka pada akhir Pelita II Indonesia
berhasil mengekspor pupuk urea ke negara-negara ASEAN terutama Filipina
dan Muangthai. Sedangkan produksi semen juga meningkat dari 900 ribu ton
menjadi 5 juta ton. Selanjutnya pada tahun 1983 /1984 (akhir Pelita IV)
ekonomi di Indonesia menunjukkan peningkatan, misalnya produksi beras
pada tahun 1973 mencapai 14, 61 juta ton sedangkan pada tahun 1983 /1984
meningkat menjadi 25, 4 juta ton. Sedangkan produksi tekstil pada tahun
1973 mencapai 926, 7 juta meter dan pada tahun 1983 /1984 mencapai
2.347, 2 juta meter. Dengan demikian pembangunan nasional pada waktu itu
mengalami perkembangan.
C. Berakhirnya Orde Baru: Krisis Ekonomi dan Gerakan Reformasi
Perjalanan sejarah Orde Baru yang panjang, Indonesia dapat
melaksanakan pembangunan dan mendapat kepercayaan dari dalam maupun luar
negeri. Rakyat Indonesia yang menderita sejak tahun 1960- an dapat
meningkat kesejahteraannya. Akan tetapi keberhasilan pembangunan pada
waktu itu tidak merata karena terjadi kesenjangan sosial ekonomi yang
mencolok antara si kaya dan si miskin. Bahkan Orde Baru ingin
mempertahankan kekuasaannya terus menerus dengan berbagai cara. Hal ini
menimbulkan berbagai efek negatif. Berbagai bentuk penyelewengan
terhadap nilai- nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 itu
disebabkan oleh adanya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sejak pertengahan tahun 1996 situasi politik di Indonesia memanas.
Golongan Karya yang berkeinginan menjadi mayoritas tunggal (Single
Majority) mendapat tekanan dari masyarakat. Masyarakat menuntut adanya
perubahan di bidang politik, ekonomi, demokratisasi dalam kehidupan
sosial serta dihormatinya hak asasi manusia. Hasil Pemilihan Umum 1997
yang dimenangkan Golkar dan menguasai DPR dan MPR banyak mengandung
unsur nepotisme. Terpilihnya Jenderal Purnawirawan Soeharto sebagai
Presiden RI banyak mendapat reaksi masyarakat. Sedangkan pembentukan
Kabinet Pembangunan VII dianggap berbau Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme
(KKN).
Pada saat memanasnya gelombang aksi politik tersebut Indonesia
dilanda krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997 sebagai pengaruh
krisis moneter yang melanda wilayah Asia Tenggara. Harga-harga kebutuhan
pokok dan bahan pangan membumbung tinggi dan daya beli rakyat rendah.
Para pekerja di perusahaan banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) sehingga semakin menambah pengangguran. Hal ini diperparah lagi
dengan tindakan para konglomerat yang menyalahgunakan posisinya sebagai
pelaku pembangunan ekonomi. Mereka menambah hutang tanpa kontrol dari
pemerintah dan masyarakat. Akibatnya perekonomian mengalami krisis,
nilai rupiah terhadap dollar merosot tajam hampir Rp.15.000,00
per dollar AS. Perbankan kita menjadi bangkrut dan banyak yang
dilikuidasi. Pemerintah banyak mengeluarkan uang dana untuk Kredit
Likuidasi Bank Indonesia (KLBI) sehingga beban pemerintah sangat berat.
Dengan demikian kondisi ekonomi di Indonesia semakin parah.
Melihat kondisi bangsa Indonesia yang merosot di berbagai bidang
tersebut maka para mahasiswa mempelopori demonstrasi memprotes kebijakan
pemerintah Orde Baru dengan menentang berbagai praktek korupsi, kolusi
nepotisme (KKN). Kemarahan rakyat terhadap pemerintah memuncak pada
bulan Mei 1998 dengan menuntut diadakannya reformasi atau perubahan di
segala bidang baik bidang politik, ekonomi maupun hukum. Gerakan
reformasi ini merupakan gerakan untuk menumbangkan kekuasaan Orde Baru
yang telah mengendalikan pemerintahan selama 32 tahun. Pada awal Maret
1998 Kabinet Pembangunan VIII dilantik, akan tetapi kabinet ini tidak
membawa perubahan ke arah kemajuan. Oleh karena itu rakyat menghendaki
perubahan ke arah yang lebih baik di berbagai bidang kehidupan baik
bidang politik, ekonomi, hukum maupun sosial budaya. Pada awal Mei 1998
mahasiswa mempelopori unjuk rasa menuntut dihapuskannya KKN, penurunan
harga-harga kebutuhan pokok, dan Soeharto turun dari jabatan Presiden.
Ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi pada tanggal 12 Mei 1998
terjadilah bentrokan dengan aparat kemananan. Dalam peristiwa ini
beberapa mahasiswa Trisakti cidera dan bahkan tewas. Di antara mahasiswa
Trisakti yang tewas adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto,
Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi
kerusuhan massa dengan membakar pusat-pusat pertokoan dan melakukan
penjarahan. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa menduduki
gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden
akan tetapi Presiden Soeharto hanya hanya mereshufle kabinet. Hal ini
tidak menyurutkan tuntutan dari masyarakat. Pada tanggal 20 Mei 1998
Soeharto memanggil tokoh-tokoh masyarakat untuk memperbaiki keadaan
dengan membentuk Kabinet Reformasi yang akan dipimpin oleh Soeharto
sendiri. Tokoh-tokoh masyarakat tidak menanggapi usul Soeharto tersebut.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan
kekuasaannya kepada wakilnya, B.J. Habibie. Selanjutnya B.J. Habibie
dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto. Pada masa
pemerintahan B.J. Habibie kehidupan politik mengalami perubahan,
kebebasan berserikat telah dibuka terbukti banyak berdiri partai
politik. Pada bulan November 1998 dilaksanakan Sidang Istimewa MPR yang
menghasilkan beberapa keputusan di antaranya adalah tentang pelilihan
umum secepatnya. Selanjutnya Pemilihan Umum setelah berakhirnya Orde
Baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1998 yang diikuti oleh 48 partai
politik. Pada Pemilu kali ini suara terbanyak diraih oleh Partai
Demokrasi Perjuangan (PDIP). Dalam Sidang Umum MPR yang dilaksanakan
pada bulan Oktober 1999 terpilihlah K.H. Abdurrahman Wahid sebagai
Presiden RI dan Megawati Sukarno Putri sebagai Wakil Presiden.
Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tidak berlangsung lama
dan diwarnai pertentangan dengan lembaga legislatif. Karena keadaan
dianggap membahayakan keselamatan negara maka MPR mengadakan Sidang
Istimewa pada tanggal 21 Juli 2001. Hasil sidang tersebut memutuskan
memberhentikan Presiden Abdurrahman sebagai Presiden dan melantik
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Indonesia. Masa jabatan Presiden
Megawati Soekarnoputri hingga pemilihan umum yang direncanakan pada
tahun 2004. Kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri didampingi oleh
Hamzah Haz yang terpilih sebagai voting (pemungutan suara). Pada masa
pemerintahan Presiden Megawati ada kemajuan dari luar maupun dari dalam
negeri. Akan tetapi dengan adanya kesulitan ekonomi sejak tahun 1997,
pada masa pemerintahan ini belum bisa memulihkan keadaan seperti sebelum
krisis ekonomi. Masa pemerintahan Presiden Megawati berakhir sampai
diselenggarakannya Pemilihan Umum tahun 2004. Pada tanggal 5 April 2004
dilaksanakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada tingkat propinsi dan
pada tingkat kota atau kabupaten. Adapun hasil pemilu legislatif pada
tingkat pusat sebagai berikut.
Pemilihan Umum untuk memilih presiden secara langsung dilaksanakan
dua kali putara. Putaran pertama pada tanggal 5 Juli 2004 dan putaran
kedua pada tanggal 20 September 2004. Terpilih sebagai presiden adalah
Susilo Bambang Yudhoyono dan sebagai wakil presiden Jusuf Kalla.
Pemilihan Presiden dan wakil presiden oleh rakyat secara langsung ini
merupakan pertama kali dalam sejarah di Indonesia. Sistem ini merupakan
salah satu hasil dari gerakan reformasi di Indonesia.
Demikian materi IPS Sejarah Kelas 9 Bab Berakhirnya Orde Baru dan Lahirnya | Peristiwa-Peristiwa Politik Penting Pada Masa Orde Baru | Data Statistik Ekonomi Orde Baru | Berakhirnya Orde Baru: Krisis Ekonomi dan Gerakan Reformasi.. Semoga bermanfaat...
Posting Komentar untuk "Berakhirnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi"